Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Suatu
hari ada seseorang yang beru pertama kali dalam hidupnya pergi ke kota. Orang
tersebut pastinya sangat takjub dengan apa yang dilihat di depan matanya. Hal-hal
baru lah yang membuat orang tersebut terkagum-kagum. Tapi tahukah Anda bahwa
orang dari perkotaan juga mengalami hal yang sama ketika baru pertama kalinya
menginjakkan kakinya di pedesaan. Alam yang masih alami, udara segar tanpa
campur tangan polusi, keramah tamahan masyarakat pastinya yang merupakan hal ‘biasa’
bagi masayarakat pedesaan justru menarik hati orang perkotaan untuk datang ke
desa. Kita ambil contoh gampangnya adalah beberapa program ftv, disitu bisa
kita lihat bahwa ada semacam jurang pemisah antara perkotaan dan pedesaan. Tapi
apa bisa opini tersebut dikatakan benar 100%?
Perkotaan memang menjadi titik sentral dalam
kehidupan bernegara. Segala urusan yang berkaitan dengan “urusan negara”
menjadi hal yang lazim di temukan di perkotaan. Mulai dari sistem pemerintahan,
administrasi, keungan, bisnis seakan bukan hal baru di perkotaan. Namun 1 hal
yang harus diingat, tidak ada kota jika tidak ada desa. Kota besar membutuhkan
kota-kota satelit disekitarnya untuk mem-backup segala tumpah ruah urusan
perkotaan yang semakin hari semakin membengkak. Kota-kota satelit ini selain
sebagai backup kota besar juga sebagai penyangga ekonomi kota besar. Kota
satelit ini awalnya juga disebut dengan desa, namun bisa berkembang dikarenakan
letaknya yang strategis dan dekat dengan kota besar. Kembali ke desa, perannya
dalam kehidupan di negara ini bisa dianggap sangat vital. Selain sebagai
pemasok bahan-bahan industri, pedesaan juga menyediakan SDA yang dibutuhkan di
perkotaan. Ibaratnya pedesaan menyediakan bahan mentah, perkotaan mengahasilkan
barang jadi siap konsumsi.
Keterkaitan diatas menunjukkan bahwa antar masyarakat
pedesaan dengan perkotaan saling membutuhkan satu sama lain. Tentulah kita
tidak asing dengan istilah urban, rantau dan mudik. Nah itulah salah satu
akibat dari hubungan diatas. Namun masalah urban sementara ini memang masih
menjadi kendala, utamanya di DKI. Tingkat ketersediaan lapangan pekerjaan dan jumlah
pencari kerja yang sangat tidak sebanding menjadi faktor yang sangat berjasa
dalam menambah masalah di perkotaan. Jadi jangan heran dengan kehidupan sosial
di perkotaan dan perbedaannya dengan di pedesaan. Masyarakat perkotaan
cenderung cuek, acuh tak acuh, keras, dan lebih bersifat egois dikarenakan
lingkungan perkotaan itu sendiri. Karakter-karakter itu dibentuk oleh kerasnya
hidup di perkotaan, karena materi tidak sebanding dengan pencarinya. Keyakinan dari
tetua desa “pergilah ke kota, niscaya kau sukses” dewasa ini tidak layak
digunakan. Karena di pedesaan sendiri lapangan pekerjaan sudah menjadi hal yang
tidak langka. Pemerintah sendiri sudah banyak mengupayakan banyak cara untuk
mengurangi urbanisasi dan tentunya pengangguran. Melalui program-program
seperti pnpm mandiri, kredit usaha rakyat, ukm, koperasi-koperasi memang
dicanangkan untuk tujuan diatas. Bukankah kita akan lebih memilih hidup di masyarakat
pedesaan dan bisa menghirup udara segar tiap hari, dengan biaya yang lebih
murah namun tidak murahan bukan? Atau malah memilih hidup berkompetisi yang
tiada hentinya seperti di perkotaan?
Terimakasih
No comments:
Post a Comment